15.1.09

If life is a river and your heart is a boat.
And just like a water baby, baby, born to float,
and if life is a wild wind that blows way on high,
Kalau saja, hati adalah sebuah rumah, maka saat ini aku sedang duduk di teras. Menatap rumah yang telah setelah sekian lama ditinggali, yang didalamnya tersemat serangkaian cerita. Pernah kamu-bayangan seorang lelaki asing, sembilan tahun yang lalu mengetuk pintu rumah, jejaknya sampai saat ini terpatri disitu.

And your heart is Amelia dying to fly,
Heaven knows no frontiers and
I've seen heaven in your eyes.
And if life is a bar room in which we must wait,

round the man with his fingers on the ivory gates
.
Rumah adalah tempat dimana hati mu berada. Ada kalanya kita tak lagi bisa menampung hal baru terjadi dan menjadi tidak nyaman karenanya. Mungkin ini saat yang tepat untuk berbenah, memperbaiki atap yang rusak, mengganti, dirubah, membangun yang baru.

Where we sing until dawn of our fears and our fates,
and we stack all the dead men in self addressed crates,
in your eyes faint as the singing of a lark.
Bukankah kita membutuhkan jarak? Tapi, seberapa jauh? Seberapa lama? Seberapa banyak? Seberapa kita akan tahan dengan jarak itu?
Ayolah, aku hanya perlu tahu... aku tak mau hidup dengan harapan. Jika bukan dalam kenyataan, aku sudah tidak punya ekspentasi terhadap apapun. Setidaknya sekarang aku sedang berproses. Aku berevolusi. Aku belajar. Dan jika pelajaran itu usai, mungkin aku akan merindukanmu.

That somehow this black night,
feels warmer for the spark,

warmer for the spark,

to hold us 'til the day.

Sampai kapan aku akan duduk di beranda rumahku sendiri?
Sementara lembayung, senja, dan langit, sebentar lagi akan menurunkan kelam, menurunkan pekat, menurunkan hitam, menurunkan Malam.
Masa depan. Tak perlu membuang kenangan. Tapi aku tidak akan lagi hidup dengan kenangan. Hidup terus berjalan ada atau tak adanya kamu.
Bukankah aku telah belajar. Berproses. Berevolusi.
Aku akan tumbuh bersama euforia masa depan.

When all will harmonise.
And you know what's in our hearts,

the dream will realise.
Heaven knows no frontiers,
and I've seen heaven in your eyes.
Ketika ritme hidup menjadi sangat nyata. Dan kesempatan adalah ketika kita mencoba menyusun setiap fragmen hidup. Maka ketika aku tahu apa yang menjadi tujuanku, mungkin aku tidak menginginkanmu lagi. Mungkin menyenangkan bisa mengingatmu disuatu waktu. Ada atau tidaknya kamu.
Hidup berjalan lurus ke depan. Masa depan itu jamak bukan tunggal.
Akupun akan berdiri, berbalik, masuk ke rumahku lagi, membiarkan daun pintu terbuka sedikit celah.
Dimasa depan.
Akan ada seseorang yang mengetuk rumahku dengan lembut. (Mungkin bukan kamu) Ya, karena masa depan itu jamak bukan tunggal. Pasti akan ada masa depan yang indah untuk menutup masa lalu.



*) Heaven knows (No Frontiers) by The Corrs. Dicetak miring.




2 komentar:

Anonim mengatakan...

memang perlu mengharmonisasikan lebih lanjut untuk mendapatkan kebahagian...

Anonim mengatakan...

Yeah.... Lagu itu cocok dibawakan The Corrs... (btw, mereka apa kabar?)

Oh, ya, Lie... Kamu terpilih untuk melakukan suatu tugas...

Merasa tertantang? Silakan berkunjung ke Karafuruworld, lihat di tulisanku yang judul awalnya ada kata 'Pe-eR'nya...

Selaman menyelesaikan misi, agen kedai!