Tampilkan postingan dengan label keluarga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label keluarga. Tampilkan semua postingan

9.5.09

Mama











T
oday is my mom birtday....but I dont have any special gift for her
only wish that hope she always got the best think in her life.....
and luph me forever.....................


Perempuan itu ibuku
Perempuan yang bernama kesabaran
apabila malam menutup pintu-pintu rumah
ia masih duduk menjaga
anak- anak yang sedang gelisah dalam tidurnya


Perempuan itu ibuku
Perempuan yang menangguhkan segalanya
bagi impian-impian mendatang
telah memaafkan segala dosa…

(Arifin C. Noer)

I Luph you mom
"Happy Birtday"

dance with myfather

Back when I was a child, before life removed all the innocence
My father would lift me high and dance with my mother and me and then
Spin me around ‘til I fell asleep
Then up the stairs he would carry me
And I knew for sure I was loved
If I could get another chance, another walk, another dance with him
I’d play a song that would never, ever end
How I’d love, love, love
To dance with my father again
When I and my mother would disagree
To get my way, I would run from her to him
He’d make me laugh just to comfort me
Then finally make me do just what my mama said
Later that night when I was asleep
He left a dollar under my sheet
Never dreamed that he would be gone from me
If I could steal one final glance,

one final step, one final dance with him


I’d play a song that would never, ever end

‘Cause I’d love, love, love

To dance with my father again
Sometimes I’d listen outside her door
And I’d hear how my mother cried for him
I pray for her even more than me
I pray for her even more than me
I know I’m praying for much too much
But could you send back the only man she loved
I know you don’t do it usually
But dear Lord she’s dying
To dance with my father again
Every night I fall asleep and this is all I ever dream



*)

sudah sepuluh tahun,
but I'll never wanna say good bye to him...

miss you. much. Dad................
never ending story,
dari Aku..... dari kami........




22.12.08

Gift From God


Aku menyebutnya Mama.
35 tahun yang lalu beliau meminjamkan rahimnya kepadaku. Mempertaruhkan hidupnya di Agustus untuk seorang lagi penghuni bumi.
Mungkin diantara kalian ada yang lebih akrab menyebutnya dengan panggilan,
Ibu, Bunda, Ummi, Inang, . . .
Tapi, aku dan kakakku, besannya, teman sejawatnya, pemilik warung kelontong di depan Gg., Ibu-ibu sayur, Bang Lutfi, Bang Ari, Bibik ... lebih mengenalnya dengan sebutan Mama. Iya, semua orang boleh menyebutnya ‘Mama’.

Kalian tahu, dua tahun terakhir, senyumnya selalu menjadi penutup malam, dia membetulkan letak selimutku, merapihkan poni rambutku dan mengecup rambutku dengan lembut dan hangat. Senyum Mama meninggalkan rasa damai dan membuatku terpejam sampai esok hari. Saat ini, berada terpisah ribuan jengkal dengannya membuatku kehilangan rutinitas itu.

Senyum mama tidak terhenti dalam rutinitas malam. Ketika aku pergi kesekolah. Saat membawa rapotku. Lomba membaca puisi. Membaca artikel ku yang dimuat di koran. Menyantap dadar buatanku. Proses perizinan ke luar rumah. Saat pengumuman hasil SPMB. Saat harus meninggalkannya pergi ke Bogor. Semua tidak lepas dari senyum Mama. Baginya tidak penting aku kalah atau juara dalam lomba. Enak atau tidaknya masakan yang aku buat. Perlu pergi atau tidak. Senyumnya adalah tanda ‘Belajar yang rajin’, ‘Ya, kamu hebat’, ‘Bagus, tulisanmu bagus’, ‘Enak nak..besok mama pesan lagi ya!’, ‘No,no,no jangan pergi malam’ dll. Senyumnya bisa berarti ‘Ya’ bisa berarti ‘tidak’. Tapi tak apa, aku suka senyum Mama.

Mama dengan segala ketegarannya, menaungi kami, aku dan kakak laki-lakiku. Sendirian.
Kepergian Papa hampir sepuluh tahun yang lalu, menyiratkan duka yang dalam, dan membuat kami tumbuh bersama satu orang tua. Entah kekuatan apa yang membuatnya tetap tegar sampai saat ini. Mungkin tempaan waktulah yang membentengi hatinya supaya terus kuat.

Dulu, aku dan dia sering sekali berselisih paham. Kami bertengkar hebat pada suatu malam. Pintu-pintu yang tertutup dengan keras. Tak ada komunikasi selain saling berteriak. Tapi saat ini, kami saling mendekap satu sama lain. Karena tak ada yang lebih indah dari kebersamaan, bukan? Saat ini, ketika perdebatan diantara kami terjadi, ketika berselisih faham, aku dan dia akan menepi sejenak ke dapur. Saling membuatkan minuman. Dua cangkir kopi, dua cangkir hangat wedang jahe, dua cangkir coklat panas atau kadang kami bertukar cangkir, menyesapnya berlama-lama, dan sesekali kami tersenyum.

-disini, tak ada lagi yang bisa aku ajak berdebat Ma… tak ada yang mengakhiri dengan saling bertukar ‘cangkir’… seperti kita…-

Dibalik semua perbedaan yang aku dan Mama punya, kami berdua saling melengkapi satu sama lain. Seperti maxi dress berwarna ungu yang Mama pilihkan untukku(yang tidak aku suka) dengan bolero hitam berkosase putih pilihanku. Seperti dua cangkir yang berbeda isi. Kita saling melengkapi, bukan? Hati kita saling mengisi dan tangan kita saling bertautan.


Hubungan kita berkembang begitu rupa. Ajaib. Tak perlu sepatah katapun untuk mengungkapkan apa yang diingini, apa yang dirasakan, dan apa yang terjadi. Mama mampu memahami. Entah bagaimana tangan Tuhan bekerja disini. Entah bagaimana dia mampu memelukku dan berkata, “Tak perlu menunggu selama itu untuk lelaki.”
Aku Lia. Perempuan. 19 tahun. Terlalu sulit untuk mengungkapkan kehidupan pribadiku kepada Mama. Tapi tanpa berceritapun Mama bisa memahami.
Karena lelahmu jadi lelahku juga, bahagiamu bahagiaku pasti*
Mungkin ini yang disebut telepati antara Ibu dan anak.

Kita sama-sama menyukai Dewi Lestari, factory outlet di Jalan Riau Bandung dan cangkir-cangkir penuh isi.
Kuharap aku bisa menghabiskan banyak hari bersamanya. Berburu Subuh di mesjid agung. Mengaji bersama. Menonton kembali ‘Badai Pasti Berlalu’. Pergi ke salon. Mengobrol di teras rumah sambil menyesap cangkir-cangkir dan setoples biskuit. Menonton televisi sambil tidur-tiduran. Tamasya ke Bali. Membaca buku fiksi. Lalu apa lagi Ma?

Kiranya begitu banyak persamaan yang kita punya, kita memang begitu berbeda, perbedaan akan selalu ada. Tapi kita tak kuasa untuk tidak bersama. Aku heran kenapa tidak dari dulu kita seperti ini. Bukankan kita tidak perlu beradu mulut, meneteteskan airmata. Kenapa tidak dari dulu, kita mendekat satu sama lain.

Jika esok aku masih bertemu hari, aku akan berbisik pelan padanya. Mencium punggung tangannya. Mengucapkan terima kasih yang sangat karena telah memberi pendidikan yang cukup pada ku. Telah mewariskan kebijakan dan kesabaran. Membesarkanku dengan penuh cinta. Membaluriku dengan budi pekerti. Terima kasih yang sangat karena telah tertawa bahagia dengan titik bening di sudut mata; saat aku pergi, saat tulisanku dimuat di surat kabar harian, saat pembagian rapotku, saat aku sedang menjadi atau tidak menjadi pemenang di lomba baca puisi, saat mencoba dadar buatanku, dan saat aku dihadirkan olehnya ke dunia kemudian menjadi bagian dari hidupnya.
Tuhan, tolong berikan kebahagiaan untuk Mama kami yang tercinta, Mama kami yang pandai bercerita. Yang hidupnya selalu dipenuhi oleh humor yang tinggi. yang tak pernah segan memberi usapan lembut di kepalaku. yang mencintai-Mu seperti ia mencintai kami, putra putrinya. yang pandai memasak. yang gemar bercengkerama di latar rumah saat matahari mulai beristirahat. yang dengan binar matanya selalu memandangi kami lembut. yang mencintai buku dan selalu mengajakku (yang kecil) untuk berkeliling ke toko buku setiap akhir pekan, yang menularkan kecintaannya membaca kepadaku. yang mencium kening saat kami, aku dan kakak laki-lakiku, mengunjungi kediamannya yang nyaman dan sejuk, tempat kami tumbuh bersamanya dahulu.
Tuhan, buatlah, agar kami selalu menjadi sumber kebahagiaan sejatinya.
Aku tahu, sekarang Tuhan pasti tersenyum. “Detail sekali permintaan hamba yang satu ini”.
……………………………………………………………………………………….
Happy Mother’s Day, Mama.
Thank you Mom for everything you have done for me and all the support you have given me over the years. I just want to let know how much I appreciate all you have done for me.
God will always be with U.
Amin.


Note :
* Lirik Malaikat juga tahu by Dee

8.10.08

Lebaran Delight

Pagi ini cerah ya....
Tapi pagi ini rasanya sepi sekali . . . . tidak ada tangisan bersahut-sahutan dari dua keponakanku seperti kemarin. Hhh . . . mereka pulang. Salahkanlah pekerjaan kalau memang perlu cari kambing hitam. Kakakku harus merampungkan sebuah laporan tanggal 4, esok hari. Walaupun lebaran sekarang dirayakan tanpa Eyang Kakung dan lainnya . . . .
Menurutku berkumpul bersama mereka saat ini merupakan bagian terindah, kita menonton film bersama dikamarku –sayang! minus chef Nang yang enah pergi melancong kemana malam itu-, bakar ikan, minum cola, pergi kesana kesini, menyalakan 12 kembang api, ketika itu kami bisa mengobrol, mencela-cela, dan tertawa. Rusuh, ramai sekali. Kebahagiannya yang terlewatkan ketika selama 11 bulan terpisah ribuan jengkal.
Ternyata aku begitu menikmati berkumpul bersama ‘keluarga kecil’ ini dengan kehangatan, cinta kasih, gelak tawa, senda gurau yang mereka bawa, terimakasih Allah.
Harapanku sekarang, salah satunya agar tahun depan bisa bertemu Ramadhan lagi. Bisa berkumpul bersama keluarga dan sahabat lagi, tidak hanya sekedar beramai-ramai kumpul, tapi untuk mengingat betapa waktu tenyata sangat berharga. Esensi ketulusan dalam memberi kepada orang lain. Belajar lebih ikhlas dan menerima.


Minal aidzin walfaidzin, dengan siapa kamu berlebaran tahun ini?

25.9.08

My Beloved Fam (Part I)


Ini memang bukan hari ulang tahunnya A Yudhie.
27 Juli lalu, kita hanya sempat merayakannya dengan tumpengan sederhana.
-Chef Nang khusus didatangkan langsung oleh Mama ke Bogor. Cm buat bikin tumpeng!-

Umur kami terpaut sangat jauh. Jadi sebagai kakak, dimataku dia adalah seorang kakak laki-laki yang dewasa dan super duper bijaksana. Tapi, psss, dia sangat emosional skali. Gampang marah tapi cepet baikan. Berbeda denganku yang nggak cepet marah, tapi klo marah nggak cepet baikan.

Sekarang kami tinggal satu rumah. Ini adalah kali pertama aku tinggal untuk waktu yang akan lama bersamanya, bersama kakak ipar dan juga dua keponakanku yang lucu. Katanya, rumah jadi tambah ‘meriah’ semenjak aku ada.

Dia lebih banyak tinggal di Bogor, sekolah – kuliah – menikah – berkeluarga – bekerja - mengajar, semua sketsa hidupnya tak lepas dari Bogor sebagai latar. Dia rela meninggalkan beasiswa S2 di Jepang, demi Bogor. Dia membangun dan merancang sendiri pondasi kehidupannya dari nol di Bogor. Dan lihat, dia bahagia seperti sekarang ini, setidaknya yang aku lihat dia telah berhasil menuai kerja kerasnya.

Dalam banyak hal, kami berbeda. Dia sangat rapi, simply, dia tidak suka sayuran, dia selalu nyaman dengan hidupnya, aku nggak! Aku juga tahu, dalam beberapa hal kami juga melihat dari sudut yang berbeda. Tapi perbedaan bukan berarti melebarkan jarak diantara kami. Bukankah selain Mama, hanya dia, kakak laki-lakiku, yang aku punya saat ini. Kami bertiga adalah keluarga. Kami belajar untuk saling melengkapi.

Kalau dia sendirian dikantornya, dan jika kebetulan kuliah kosong aku akan segera datang menemani. Aku juga akan datang bersama sepaket ayam panggang+timbel bakar+jus buah kesukaanya. Hupps, sebetulnya tidak selalu “menemani” dalam arti yang sebenarnya, karena walaupun aku ada, tujuan utamaku Cuma satu, mendapatkan fasilitas terbaik dari kantornya. Internet gratisan, ruangan ac, ditawarin coklat panas pula sama Pak Yatna! Menarik bukan??
Tapi sekarang sudah nggak, setelah aku menemukan pojok lain di pasca sarjana IPB, pohon2 yang ranum – secangkir choco latte – hot spot area. Disanahlah tempat nongkrongku yang baru. Datanglah dikala senja. Pasti ada aku disitu.

pokoknya, aku sayang dia.

how bout u?

11.9.08

long road


Hari ini ada perjalanan panjang ba’da Ashar, tadinya aku fikir aku bisa bertahan dirumah sendirian. Tapi ternyata aku masih takut ditinggal sendirian. Buka puasa sendiri, tarawih sendiri, sahur sendiri. Ada perasaan sepi. Jadi kuputuskan saja ikut pulang ke Bogor.Untung AA datang. Jadi ketika dia datang aku langsung berhambur kearahnya.
“Ade ikut ke Bogor yaaa.....”
“Kenapa? Kemarin waktu mama ke Bogor ngotot nggak mau ikut. Sekarang mau pulang. Katanya bisa sendirian dirumah? Katanya masih betah? Katanya belum puas?” Kakakku ini pasti dalam hatinya tertawa puas.
“Mana barang yang mau di bawa? Udah disiapin? Masukin mobil sana.”
senangnya, aku diperbolehkan ikut. Buru-buru aku mengepak barang, sebenarnya tak banyak barang harus disiapkan.Aku hanya tinggal berias saja. poles sana poles sini, tabur sana tabur sini, eyeliner tipis . . .
Yups, sekarang aku sudah lebih dari siap.


***


Mobil bergerak cepat. Aku duduk di belakang. AA duduk di depan. Di samping kanannya ada Pak Dodi memegang kemudi. Raut mukanya cemas. Dia khawatir terjebak macet dipuncak, jadi harus bisa melewati puncak sebelum jam lima fikirnya. Puncak di malam minggu atau bukan dimalam minggu selalu saja macet. Jadi sesekali aku terpekik dan tersentak dari tidur kalau di rem mendadak.


Mobil bergerak pelan. Pasar Cipanas macet. Di luar banyak yang berlalu lalang. Menjelang magrib, orang-orang sibuk membeli makanan untuk berbuka. Tapi hei, ada pemandangan menarik dibalik sebuah cermin cembung. Ada seorang anak yang duduk melingkar di pundak lelaki paruh baya, mungkin itu ayahnya. Kuturunkan jendelanya sampai penuh. Ayah, dan si anak yang ada dipundaknya berjalan melewatiku. Si anak menoleh dan tersenyum. Ah, Rabu sore yang cantik, dengan seburat senyum dari pemilik pundak ayah. Dan ada kalanya aku mau duduk dipundak Papa, sambil makan aromanis, sambil jalan-jalan menikmati sore, sambil berceloteh. Seperti anak itu . . .




Mobil bergerak cepat lagi. Angin kencang masuk kedalam mobil lewat jendela yang terbuka penuh dan pohon-pohon disekitar jalan meliuk kesana kemari. Buru-buru aku naikkan kaca jendela. Dan tak lama hujan turun mencuci sore. Titik-titik airnya membekas di kaca. Hhh... Menghela nafas panjang. Dan tertidur lagi, menunggu magrib. Siapa tau aku bermimpi aku naik dan duduk di pundak Papa. Sambil makan aromanis, sambil jalan-jalan menikmati sore, sambil berceloteh. Seperti anak itu . . .